12 Maret 2012 | By: Arry Rahmawan

Jadi Umat Islam Harus Kaya


Kaya harta? Ya! Kenapa tidak? Sebagai muslim, kita dituntut untuk menjadi orang yang kaya. Kenapa sih umat Islam harus kaya? Banyak sekali jawaban yang bervariasi dari pertanyaan tersebut. Tetapi izinkanlah saya bercerita sedikit terlebih dahulu.

Saya mempunyai seorang guru yang sangat karismatik. Saat ini, selain mengajar, beliau menjadi seorang direktur salah satu bank syariah dan juga konsultan untuk perekonomian syariah berbasis Islam. Lulusan dari 3 universitas luar negeri, yaitu Al-Azhar, Cairo; Melbourne, Australia; dan Oxford, Inggris; dalam bidang ekonomi pembangunan. Ada satu hal yang menggelitik, karena dia bukanlah seorang muslim dari lahir dan menjadi seorang mualaf. Ya! Dia keturunan Tiong Hoa.


Ketika beliau masih remaja, cahaya hidayah Allah 'menyusup' ke hatinya. Dia ingin masuk Islam. Diutarakan niat ini pada keluarganya.

"Silakan kamu masuk agama apa saja, asalkan bukan Islam." Guru saya ini sempat tersentak kaget ketika orangtuanya berkata demikian. Kenapa?

"Karena Islam mengajarkan umatnya hidup dalam kemiskinan, semakin miskin dan sederhana, maka (katanya) semakin taqwa. Islam hanya mementingkan akhirat dengan dzikir dan shalat mereka, tetapi mereka tertinggal dalam ilmu pengetahuan. Masa depan agama seperti ini adalah suram."

Guru saya tercenung. Indonesia dan negara Islam lain di seluruh dunia rata-rata adalah negara berkembang yang tidak kaya. Selain itu, memang banyak yang miskin. Dan lebih parah lagi adalah negara pengikut dalam bidang sain dan ekonomi. Memang seperti apakah ajaran Islam itu? Benarkah demikian?

Ajaran Islam adalah ajaran mulia dan sempurna. Tidak pernah memberatkan umatnya. Namun terkadang umatnyalah yang mempermalukan Islam. Islam adalah agama yang mengajarkan 'tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah' (QS. 2 : 272). Islam adalah agama yang mengajarkan umatnya untuk mengejar dan menghargai ilmu pengetahuan (QS. 58 : 11). Sehingga dari dua ayat Al-Qur'an saja, kita sudah mengetahui bahwa umat Islam harus cerdas dan kaya.

Mengapa harus kaya? Ini sangat mudah dijelaskan. Hakikat sebagai manusia adalah senang mendapat kemudahan dalam hidupnya, terutama materi. Sehingga rasul pun bersabda, "Sesungguhnya kefakiran (kemiskinan) itu bisa menjerumuskan kejurang kekafiran." Kenapa? Silakan kita semua lihat dan merefleksikan berbagai fenomena pemurtadan, hanya karena ingin mendapat sebuah mie instan! Ya, sehingga dengan kaya, kita bisa terus menjaga akidah dan menjadi muslim dermawan.

Kedua, bayangkanlah ketika kita sebagai muslim hidup dalam kemiskinan. Ketika istri kita tak dapat membeli makan malam, anak menangis minta dibelikan susu, atau tagihan SPP sekolah yang nunggak, dan Anda sendiri kelaparan. Khusyukkah shalat Anda? Saya yakin, justru Anda pusing dan bisa jadi Anda tidak melaksanakan shalat dengan tenang.

Ketiga, masalah puasa. Ketika hidup dalam keadaan yang susah, maka puasa Anda seolah-olah hanyalah sebagai rutinitas hidup dan bukan diniatkan untuk ibadah. Sehingga ditakutkan umat Islam yang miskin hanya akan menjalankan ibadah puasa sebagai ritual sehari-hari untuk menahan lapar dan dahaga karena tidak memiliki uang.

Keempat, masalah zakat. Bisakah Anda berzakat kalau Anda bukan muslim yang kaya? Padahal keutamaan berzakat termasuk keutamaan yang besar. Zakat dijanjikan Allah mampu menghapuskan dosa dan menyucikan diri kita (QS. 9 : 103), ini belum termasuk shadaqah, infaq, amal jariyah, yang keuntungan pahalanya bisa mencapai 700 kali lipat (QS. 2 : 261). Jelas semakin kaya diri kita, semakin banyak pahalanya.

Kelima, naik haji. Bagaimana mungkin naik haji kalau untuk hidup sehari-hari sulit? Untuk kita jama'ah Indonesia, saat ini biaya ongkos naik haji perlu diperhitungkan, karena cukup memakan biaya. Padahal haji itu wajib bagi muslim yang mampu (QS. 3 : 97). Apakah kita mau sampai Allah memanggil kita kembali, kita belum sempat mengunjungi dan melihat baitullah?

Itu hanya sekedar refleksi dan alasan mengapa sebagai umat kita harus kaya. Rasulullah sudah mencontohkan hal ini, dan kalau kita lihat sirah beliau, beliau adalah seorang pedagang jujur yang sukses. Maka dari itu, sebenarnya dalam Islam, yang dijunjung tinggi adalah nilai kebenaran, dan kekayaan itu akan datang secara otomatis seiring dengan ikhtiar benar secara syari'at dan do'a. Karena Allah sering mendatangkan rezeki dari arah tanpa diduga-duga (QS. 47 : 7).

Namun yang patut dicatat di sini, bahwa yang terpenting adalah jangan sampai harta kekayaan menelan prioritas cinta kita kepada Allah dan RasulNya (QS. 9 : 55). Ini sebenarnya yang ditakutkan ketika umat Islam menjadi kaya, maka dia akan dimabuk harta. Namun bukan berarti bahwa umat Islam harus hidup dalam kemiskinan. Karena dengan kayanya kita sebagai muslim, kita bisa meningkatkan amal-amal kita, membuat hidup menjadi lebih tenang, dan dapat mengharumkan agama Islam.

Wallahu A'lam bish Shawab

Referensi :
Antonio, M. S. 2007. Muhammad SAW the Super Leader Super Manager. Jakarta : Tazkia Multimedia
Syu'aibi, Ali. 2004. Muhammad Seorang Milyuner? Jakarta : Pustaka Azhari



Arry Rahmawan, adalah Inspirator CerdasMulia,  Direktur Penerbit Granada, wakil ketua Center for Entrepreneurship Development and Studies Universitas Indonesia, sekaligus praktisi pengembangan SDM. Telah mengantongi ribuan jam terbang sebagai pembicara, motivator, dan konsultan khususnya untuk pelajar dan mahasiswa. Direktur Pengembangan Bisnis Permata CerdasMulia Indonesia ini dapat dihubungi via email di arry.rahmawan@gmail.com atau follow twitternya di @ArryRahmawan

Dipersilahkan untuk menyebarkan tulisan ini dalam bentuk apa pun, asalkan tetap menjaga kode etik dengan mencantumkan Arry Rahmawan sebagai penulisnya dan Blog Kak Arry sebagai sumbernya