4 Maret 2012 | By: Arry Rahmawan

Konsep Demotivasi dalam Training

6 tahun menjadi pembicara dan berkecimpung dalam dunia training dan consulting, baru hari ini saya benar-benar merasakan sebuah coaching dengan model demotivasi. Apa itu demotivasi? Jika pembaca sekalian pernah mengikuti training motivasi, maka tentu perasaan yang didapat adalah terinspirasi dan termotivasi secara positif untuk bangkit. Demotivasi adalah konsep sebaliknya. Demotivasi adalah mencoba membuat kita berpikir ulang tentang keinginan kita mencapai sukses dengan memberikan kritik dan meremehkan diri sendiri. Memberikan kritik ini bahkan hingga menjatuhkan mental dan menyalah-nyalahkan diri sebagai orang yang tidak layak sukses . Akibatnya orang yang didemotivasi akan menjadi sakit hati akibat diremehkan dan menjadi bersumpah-sumpah untuk membuktikan bahwa dirinya bisa lebih baik. Tetapi mengapa konsep demotivasi ini jarang dipakai oleh trainer pengembangan diri kelas dunia? Berikut ini adalah pandangan Prinsip CerdasMulia™ mengenai konsep demotivasi.


1. Efektif, namun Tidak Sesuai Fitrah
Konsep demotivasi diklaim oleh mereka yang memberikannya sebagai sebuah metode efektif untuk 'manas-manasin' peserta agar bisa lebih baik lagi. Saya sendiri pernah dibuat demot oleh pimpinan saya waktu itu yang meremehkan saya masuk ke jajaran direksi lembaga training swasta hanya karena saya masih kuliah. Akhirnya karena demot itulah kemudian saya mendirikan lembaga training CerdasMulia™ yang hingga saat ini alhamdulillah terus berkembang. Tetapi apakah iya memang motivasi selalu berbentuk seperti itu?

Konsep demotivasi mungkin di satu sisi efektif, tetapi konsep ini tidak berusaha menumbuhkan motivasi secara intrinsik atau dari dalam diri. Mereka yang termotivasi hanya karena sakit hati dan dendam, berdasarkan hasil penelitian akan merasakan kehampaan di kemudian harinya. Selain itu, karena tidak sesuai fitrah, konsep demotivasi lebih sering membunuh karakter daripada membangun karakter orang itu sendiri. Orang lebih suka dipuji dan ditinggikan, daripada dijatuhkan dan diinjak-injak. Itu fitrah penciptaan manusia.

2. Efektif secara Personal, Bencana jika Diberikan di Depan Publik
Bayangkan Anda sudah memiliki bisnis dengan omzet Rp30 juta dalam sebulan kemudian mengikuti sebuah business coaching yang menggunakan metode demotivasi. Sang trainer menjelek-jelekkan usaha dan bisnis Anda, mengatakan pendapat Anda adalah pendapat yang bloon, dan lain sebagainya. Marah? Pasti, karena itulah yang mereka inginkan! Marah untuk menjadi lebih baik. Tapi ternyata di situ ada direktur perusahaan terkemuka yang langsung melakukan blacklist terhadap program training ini karena dianggap arogan berlebihan. Tidak punya karya, tetapi sok mendemotivasi orang. Orang tidak suka dipermalukan orang lain di depan umum. Ini prinsip universal dalam sebuah ketrampilan interpersonal

Lain halnya jika konseling secara personal. Jika Anda suatu saat memiliki klien yang memang bisa berkembang jika didemotivasi, maka metode ini bisa digunakan. Melakukan coaching secara personal juga membuat Anda aman untuk mendemotivasi karena privasi yang lebih baik dan terjaga.

3. Jika Tidak Punya Karya, Dilarang Keras Mendemotivasi Orang
 Salah satu kesalahan terbesar yang sering dilakukan oleh demotivator adalah, mereka berani menjelek-jelekkan orang dan menjatuhkan mental tanpa memperkenalkan dulu diri mereka siapa. Karya apa yang telah mereka hasilkan, dan sejauh apa demotivasi ini bermanfaat dalam diri mereka untuk mencapai prestasi-prestasi dan kesuksesan? Beberapa demotivator yang saya kenal bahkan berani membuat sebuah teori baru di luar mainstream ilmu pengetahuan ilmiah tanpa ada landasannya sama sekali. Semakin membuat mereka tidak disukai dan di blacklist karena hanya seperti tong kosong nyaring bunyinya.


Itulah 3 hal terpenting jika Anda ingin menggunakan konsep demotivasi dalam training. Pelajari dulu ketrampilan interpersonal dan psikologi terapan secara komprehensif. Konsep demotivasi jarang dipakai dan digunakan karena sering digugat sebagai bentuk arogansi dan menjelek-jelekkan nama baik di depan umum. Maka, jika memang kita bisa memotivasi seseorang secara positif, mengapa harus negatif? Jika Anda pesimis bahwa motivasi positif itu hanya bertahan selama 3-5 hari saja, maka coba evaluasi siapa yang membawakan. Menjadi trainer/motivator itu tidak mudah, lho. Saya sering bertemu dengan motivator atau trainer yang hanya keren pas di panggung, tetapi kehidupan sehari-harinya jauh dari karakter seorang trainer. Sementara saya punya keyakinan, trainer-trainer yang mampu memberikan IMPACT - CHANGE - ACHIEVEMENT, adalah mereka yang sudah menerapkan apa yang mereka bawakan dan sukses menghasilkan karya dengan menerapkan hal tersebut. Itulah yang dilakukan oleh trainer-trainer CerdasMulia™.

Semoga bermanfaat khususnya bagi Anda yang pernah mendapat training demotivasi yang cukup keras dan bagi Anda yang memiliki lembaga training dengan metode demotivasi mungkin bisa dipikirkan ulang untuk membuat bisnis Anda sustain dalam jangka waktu yang panjang.

Salam CerdasMulia :)


Arry Rahmawan, adalah Inspirator CerdasMulia,  Direktur Penerbit Granada, wakil ketua Center for Entrepreneurship Development and Studies Universitas Indonesia, sekaligus praktisi pengembangan SDM. Telah mengantongi ribuan jam terbang sebagai pembicara, motivator, dan konsultan khususnya untuk pelajar dan mahasiswa. Direktur Pengembangan Bisnis Permata CerdasMulia Indonesia ini dapat dihubungi via email di arry.rahmawan@gmail.com atau follow twitternya di @arry2201

Dipersilahkan untuk menyebarkan tulisan ini dalam bentuk apa pun, asalkan tetap menjaga kode etik dengan mencantumkan Arry Rahmawan sebagai penulisnya dan Blog Kak Arry sebagai sumbernya